Seminar Nasional dan Call for Paper Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2019

Sumber Gambar: https://iqt.iainkudus.ac.id/index.php?page=detil&id=55901

IAIN KUDUS- Penafsiran terhadap Al-Qur’an mutlak diperlukan sepanjang masa karena dipandang sebagai kitab yang "Shalih li Kulli Zaman wa Makaan" yaitu berlaku sepanjang masa, dimanapun dan kapanpun. Ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa memiliki makna yang berbeda pada kondisi tertentu menyebabkan perbedaan penafsiran antara satu orang dengan lainnya. Penafsiran itu luas berdasarkan kompetensi penafsirnya, maka ada syarat-syarat tertentu yang harus dimiliki oleh seorang mufassir diantaranya; penguasaan ilmu bahasa Arab, Balaghah dan masih banyak lagi. Hal tersebut disampaikan Guru besar Ilmu Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya dalam Seminar Nasional dan Call for Paper jurnal Hermeneutik "Pendekatan Multidisipliner dalam Penafsiran Al-Qur’an" Oleh Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN KUDUS di Gedung Rektorat Lantai tiga, Rabu (16/10/2019).

Prof. Thib, nama akrabnya. Beliau menyampaikan bahwa saudara-saudara yang dari jurusan Tafsir Hadits layak menjadi mufassir yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan ijtihad. Hal tersebut berdasarkan hadits nabi SAW. "Jika seorang hakim berijtihad lalu benar, maka ia berhak mendapat dua pahala, namun jika ia berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu pahala" jelasnya "Jika dalam satu kelas ada 10 orang, dan menjadi mufassir semua maka akan ada 10 model penafsiran" itulah yang dinamakan corak/laun dalam tafsir. Sama halnya perbedaan antar imam madzab, penafsiran juga dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang keilmuan, seperti tafsir fiqh, tafsir sufi atau adabi Ijtima'i. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam Penafsiran adalah Pendekatan  (al Ittijah) dan metodologi  (al-manhaj). Pendekatan menjadi visi/filosofi yang kita canangkan dalam melakukan sesuatu.

Melengkapi penjelasan narasumber pertama, Dr. Hj. Nur Mahmudah, M.A. sebagai narasumber kedua menekankan pentingnya peran mufassir di Era kecanggihan teknologi. Adanya penafsiran al-Qur’an di Dunia cyber telah menjadi problem tersendiri, karena siapapun tanpa mengetahui latar belakang keilmuannya, bisa dengan bebas memberikan pemikiran. Maka, mahasiswa prodi IQT harusnya berani merebut penafsiran di ruang publik.

Reporter: Mahmudah
Editor    : Lutfiya

Posting Komentar

0 Komentar