Islam
sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia tentu tidak
terlepas kaitannya dengan Al-Quran sebagai sumber utama ajaran Islam. Demikian
pula halnya kajian tafsir sebagai salah satu sarana dalam memahami Al-Quran dan
nilai-nilai atau hukum yang terkandung di dalamnya menjadi penting untuk
dipelajari. Maka dalam salah satu mata kuliah yang ditempuh oleh mahasiswa
Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir terdapat salah satu mata kuliah bernama Pemikiran Tafsir Indonesia.
Dalam
mata kuliah tersebut membahas tentang bagaimana kajian tafsir yang berkembang
di Indonesia sejak masa awal mula kedatangan Islam. Serta di dalamnya terdapat
pembahasan mengenai sejarah penulisan tafsir. Dapat diketahui bahwa pada masa
dahulu para ulama di Nusantara tak terlepas perhatiannya dari kajian tafsir,
yang mana pada masa itu penulisan tafsir umumnya menggunakan bahasa lokal.
Seperti
Tafsir Faidh al-Rahman karya K. Shaleh Darat yang menggunakan Bahasa Jawa,
Al-Munir Al-Quran Tarjamah Basa Sunda karya H. M. Djawad Dahlan, Tafsir
Bismillahirrahmanirrahim Muqaddimah
tafsir al-Fatihah. Ada pula yang menggunakan Akasara Jawa seperti Tafsir
al-Ibriz karya KH. Bisri Musthafa.
Kemudian
Aksara latin berbahasa jawa seperti tafsir al-Quran Suci Basa Jawi. Tafsir
al-Iklil li Ma’ani al-Tanzil karya Misbah Zainul Musthafa hingga Bahasa
Melayu-Jawa seperti tafsir Tarjuman al-Mustafid, Fara’id Al-Quran dan Tafsir
Surah al-Kahfi. Serta tidak tertinggal pula penulisan tafsir Al-Quran yang
menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa asal dari Al-Quran, salah satunya yaitu
Tafsir Surat Al-Fatihah, Tafsir Surat al-Ikhlas, Tafsir Hasbunallah karya KH. Ahmad Yasin Asymuni.
Demikianlah
betapa kayanya khazanah kajian tafsir Al-Quran yang telah berkembang di
Indonesia.
Namun,
bagaimana dengan wilayah yang minim keberadaan umat Islamnya seperti Bali? Yang
mana seperti yang telah banyak kita ketahui, kebanyakan penduduk di Bali
menganut agama Hindu, hal ini berarti umat Islam adalah minoritas. Apakah ada
kontribusi masyarakat Bali dalam khazanah kajian tafsir di Indonesia ini
layaknya wilayah lainnya? Hal inilah yang coba Efri Arsyad Rizal ungkapkan
dalam sebuah acara Webinar Bedah Skripsi bertajuk Vernacularization Analysis Towards Cakepan Suci Alqur’an Salinan Ring
Basa Bali.
Kementerian
Agama Indonesia pernah menerbitkan Al-Quran yang diterjemahkan dalam Bahasa
Bali pada tahun 2017. Hal ini ditujukan untuk mengenalkan Al-Quran kepada
masyarakat Bali dengan penggunaan bahasa lokal sehingga lebih mudah dipahami.
Yang mana menurut Mustafa Al-Amin selaku salah satu tim penerjemah, bahwa Al-Quran
terjemah Bahasa Bali yang diterbitkan oleh pemerintah tersebut adalah
terjemahan versi pertama.
Namun
hal ini ditampik dengan adanya temuan baru dalam penelitian (skripsi) Efri
Arsyad Rizal, yang menyebutkan bahwa jauh sebelum pemerintah menerbitkan Al-Quran
terjemah Bahasa Bali pada tahun 2017, telah ada penulisan Al-Quran terjemah
Bahasa Bali yang ditulis oleh H. Ahmad Iwan Darmawan (I Wayan Rupa Mengwi)
dengan judul Cakepan Suci Al-Qur'an Salinan Ring Basa Bali pada tahun 1989.
Ia
adalah seorang mualaf yang masuk Islam pada tahun 1961 dan tergabung dalam
kelompok Ahmadiyah. Laki-laki kelahiran 26 Desember 1937 tersebut pun ikut
andil dalam salah satu gerakan dari kelompok Ahmadiyah yakni Jihad Tulisan
dengan tujuan untuk menerjemahkan Al-Quran ke dalam seluruh bahasa yang ada di
dunia ini, salah satunya adalah Bahasa Bali. Selain itu penulisan Al-Quran
terjemah Bahasa Bali yang dilakukan oleh Ahmad Iwan Darmawan ini bertepatan
dengan peringatan 1 abad berdirinya kelompok Ahmadiyah.
Yang
menjadi fokus penelitian Efri Arsyad Rizal ialah teori Vernakularisasi dalam
penulisan Al-Quran terjemah Bahasa Bali. Dalam Bedah Skripsi tersebut, ia
menjelaskan bahwa dalam penulisan Al-Quran terjemah Bahasa Bali terdapat
fenomena Vernakularisasi, yang artinya adalah pengubahan kata-kata atau term
dalam Bahasa Arab ke dalam term atau konsep kata yang dipahami oleh masyarakat
lokal, atau dalam konteks pembahasan tersebut ialah masyarakat Bali.
Yang
mana Vernakularisasi ini adalah salah satu sarana dalam proses Islamisasi di
Nusantara yang memiliki bahasa dan masyarakat yang beragam. Maka penggunaan
bahasa dan aksara dalam proses penyebaran Islam menjadi hal yang tidak
terelakkan. Bukan hanya digunakan dalam Al-Quran terjemah Bahasa Bali semata,
namun juga dalam penulisan Al-Quran dalam bahasa lainnya. Selain itu Efri
sendiri mengaku bahwa penelitiannya terinspirasi dari adanya penelitian tentang
fenomena Vernakularisasi yang sering ia jumpai dalam penulisan kajian Quran berbahasa
Jawa.
Beberapa
kata yang ia jelaskan dalam forum tersebut diantaranya seperti penyebutan kata
Allah yang diterjemahkan sebagai Ida
Hiyang Widi yang dalam Bahasa Bali berarti Tuhan, Dewa, atau Ilahi. Ada
pula kata Sane Matutang yang
digunakan untuk menyebut orang-orang beriman (alladzina amanu) yang berarti orang-orang yang mengakui kebenaran.
Sedangkan untuk menyebut orang-orang kafir (alladzina
kafaru) digunakanlah kata Sane
Nungkasin.
Tentunya
ada banyak sekali kata menarik yang terdapat dalam Al-Quran terjemah Bahasa
Bali tersebut yang patut untuk dikulik lebih lanjut. Namun ada hal yang perlu digaris bawahi dari
penelitian ini, bahwa penulisan Al-Quran terjemah Bahasa Bali ini menggunakan Al-Quran
terjemah Bahasa Indonesia sebagai sumber referensi utamanya. Maka tidak dapat
dipungkiri bahwa pasti akan terdapat miskonsepsi di dalamnya, terlebih sangat
mustahil untuk menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lainnya secara tepat dan
menyeluruh.
Selain
itu latar belakang penulis yang seorang mualaf dan tergabung ke dalam kelompok
Ahmadiyah tentu patut untuk dikaji ulang. Meski demikian Efri menyebutkan bahwa
penulisan Al-Quran ke dalam Bahasa Bali tersebut tidak mengandung maksud atau
kepentingan ideologi tertentu, karena penulisannya berinduk pada Al-Quran
terjemah Bahasa Indonesia yang dikeluarkan pemerintah.
Terlepas
dari semua itu, adanya penulisan Al-Quran terjemah Bahasa Bali ini adalah hal
yang patut diapresiasi, meski tidak beredar luas, bahkan dikatakan hanya
terdapat satu eksemplar saja. Namun hal ini sudah cukup untuk menjadi salah
satu bukti bahwa meski Islam adalah minoritas di Bali, hal itu tidak
menghalangi kontribusinya dalam perkembangan khazanah tafsir di Indonesia. Tentunya
kita pun masih menanti-nanti terlahirnya karya baru dari generasi mendatang
terkait kajian Al-Quran ini, khususnya di Bali.
Kudus,
29 Maret 2021
Penulis:
Dwi Wahyuningsih, Pengurus HMPS IQT IAIN Kudus
1 Komentar
Lucky Club Casino Site | Online Casinos with Slots & Table Games
BalasHapusLucky Club is the ultimate gambling site and it's free to play. Find out the most popular 카지노사이트luckclub slots, blackjack, roulette, video poker, baccarat,