Mengawali bulan Juli
ini, di masa yang penuh dengan problematika akibat Covid-19, tentunya
pembahasan penting selain kesehatan fisik, juga adalah tentang kesehatan hati.
Bukan sekedar imunitas fisik, pun juga imunitas hati yang dikabarkan senang
berbolak-balik ini juga perlu turut dijaga. Betapa pentingnya perkara hati ini,
sampai-sampai Rasulullah pun berdoa sebagaimana dalam salah satu hadist yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi, “Wahai Rabb yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu.” yang oleh Ummu
Salamah disebut sebagai doa Nabi yang paling banyak terpanjatkan.
Dalam dunia pengobatan
atau kesehatan ada satu ungkapan yang telah jamak kita kenal bahwa “mencegah lebih baik daripada mengobati” maka
demikian halnya dalam masalah imunitas hati ini. Salah satu rujukan terbaik
dalam rangka mengatasi problematika hati, dapat kita jumpai dalam karya seorang
Ulama Islam bernama Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. Seorang yang lahir pada tahun 691
Hijriah di desa Izra’ tersebut menulis salah satu kitab yang berjudul Thibbul
Qulub yang mengulas tentang hati. Dalam tulisan ini, kita akan mengambil
rujukan dari kitab Thibbul Qulub karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Fib Bawaan Arif Topan dari
penerbit Pustaka Al-Kautsar, dengan judul Thibbul
Qulub: Klinik Penyakit Hati (2018).
Di antara ratusan halaman bukunya tersebut, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mencantumkan salah satu pembahasan penting tentang hal-hal yang dapat merusak hati dalam bab kedua yang berjudul Hal-Hal yang Merusak Hati dan Sebab-Sebab Sakitnya Hati. Dalam bab tersebut disebutkan lima perkara yang digolongkan sebagai factor paling besar yang dapat merusak hati bahkan dapat menjadi penyebab munculnya penyakit hati.
“Lima
hal ini,” kata Ibnul Qayyim, “dapat
mematikan cahaya hati, membutakan mata penglihatan, dan mempersulit
pendengarannya. Walaupun tidak sampai membuatnya tuli dan bisu, akan tetapi
cukup melemahkan kekuatannya dan kesehatannya, mengendurkan tujuannya,
menghentikan semangatnya, dan memalingkannya ke arah belakang.”
1. Terlalu
Sering Bergaul
Disebutkan oleh Ibnul
Qayyim, bahwa dalam pergaulan terdapat 4 bagian yang tidak boleh dicampur
adukkan satu sama lain antar bagiannya karena dapat menimbulkan masukknya
keburukan. Yaitu:
- Bergaul bagaikan makanan. Pergaulan jenis ini adalah pergaulan yang tidak dapat dihindari dalam sehari semalam. Sehingga, layaknya makanan pula, maka bergaullah sesuai kebutuhan.
- Bergaul bagaikan obat yang dibutuhkan ketika sakit. Sebagaiman seorang yang meminum obat hanya di kala sakit, maka pergaulan ini pun hanya terjadi ketika terdapat kemaslahatan hidup dan memenuhi hal yang dibutuhkan seperti bisnis, musyawarah, sosial, dll.
- Bergaul layaknya penyakit berdasar kadar, jenis, serta kuat dan lemahnya. Hal ini diibaratkan Ibnul Qayyim layaknya bergaul dengan penyakit parah nan akut dan jika dilakukan terus menerus, maka dikhawatirkan akan berakibat kematian. Artinya, bergaul dengan orang yang tidak memberikan keuntungan dunia dan akhirat sehingga dapat berujung kerugian dunia dan akhirat atau salah satu di antaranya.
- Bergaul layaknya memakan racun. Karena dalam pergaulan tersebut justru malah menimbulkan kerusakan pada semua layaknya racun yang membawa kerusakan bagi tubuh. Terkadang dapat kita jumpai penawarnya, namun ada juga yang tidak. Salah satunya adalah orang yang mengajak pada kesesatan dan berpalingnya diri dari tuntunan Rasulullah serta menghalangi orang lain dari jalan Allah.
Ibnul Qayyim
Al-Jauziyah menempatkan pergaulan dalama urutan pertama yang dapat merusak
hati. Mengingat dalam Islam pergaulan seseorang adalah factor penentu bagi
baiknya agama seseorang ketika baik pula pergaulannya. Hal ini diibaratkan oleh
Rasulullah seperti berkawan dengan seorang penjual minyak wangi yang menebarkan
bau harum pada sekitarnya. Sedangkan pergaulan yang buruk layaknya berkawan
dengan seorang pandai besi yang hanya menebar percikan api dan kepul asap
hitam.
Dalam buku Thibbul
Qulub tersebut, Ibnul Qayyim hendak memaparkan bahwa terlalu banyak bergaul dapat
menjadikan seseorang mudah merasakan gelisah, gundah gulana, lemah, terlebih
ketika teman pergaulannya adalah teman-teman yang buruk. Dalam hal ini generasi
milenial marak menyebutnya sebagai toxic
relationship. Lebih lanjut Ibnul Qayyim mengutip firman Allah dalam Qs.
Al-Furqan: 27-29 tentang penyesalan seseorang kala ia salah dalam memilih
pergaulan.
Dan
(ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang yang zalim menggigit kedua tangannya,
seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.
Keselakaan besarlah bagiku, kiranya (aku) dulu tidak menjadikan si fulan itu
teman akrab(ku). Sesungguhnya ia telah menyesatkanku dari Alquran ketika
Alquran itu telah datang kepadaku”
2. Tenggelam
dalam Angan-Angan
Angan-angan yang
dimaksud di sini adalah harapan-harapan atau bahkan khayalan semu yang sama
sekali tidak dilandasi upaya untuk mencapainya. Hanya sebatas banyang-banyang
dalam hati seolah telah mencapai dan menikmati keberhasilan terhadap apa yang
diinginkan. Ibnul Qayyim mengibaratkan orang yang tenggelam dengan angan-angan
ini layaknya perahu yang dipermainkan ombak ke sana kemari tanpa tujuan.
3. Bergantung
Pada Selain Allah
“Tidak
ada yang lebih berbahaya dan tidak ada yang lebih bisa memutus kebahagiaan
lebih daripada hal ini (bergantung pada selain Allah)” jelas
Ibnul Qayyim Al-Jauzi. Penjelasan kemudian dilanjut dengan mengutip Qs. Maryam:
81-82, yang artinya:
“Dan
mereka telah mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah, agar sesembahan-sesembahan
itu menjadi pelindung bagi mereka. Sama sekali tidak! Kelak mereka
(sesembahan-sesembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikutnya)
terhadapnya, dan mereka (sesembahan-sesembahan) itu akan menjadi musuh bagi
mereka”
Bersebab dari menggangtungkan
diri kepada selain Allah maka, Allah akan menyerahkannya pada tempat
bergantungnya serta menghinakan kedudukannya di hari kiamat kelak. Pun tujuan
yang hendak di raih akan turut hilang pula. Sebab orang yang bergantung pada
selain Allah telah menjerumuskan diri untuk hilang dan kehilangan. Ibnul Qayyim
menyebutkan seperti orang yang sedang
berteduh dari panas dan dingin dengan sarang laba-laba.
4. Terlalu
Banyak Makan
Disebutkan dalam poin
ini terdapat dua macam perusak, yaitu: pertama,
yang merusak secara wujud dan zat makanan itu sendiri seperti makanan haram
atau perkara-perkara haram (sesuatu yang didapatkan secara haram). Sedangkan yang
kedua, adalah sesuatu yang
berlebihan. Meskipun makanan tersebut halal namun apabila dikonsumsi secara
berlebihan maka hal tersebut dapat menjadi sebab rusaknya hati. Maka dari itu
Rasulullah menganjurkan kepada umatnya untuk makan ketika lapar dan berhenti
sebelum kenyang. Selain berpengaruh bagi hati sebagaimana yang disebutkan oleh
Ibnul Qayyim, makan secara berlebihan juga memiliki pengaruh buruk bagi kesehatan
fisik.
5. Terlalu
Banyak Tidur
Masih berkait erat
dengan poin sebelumnya, terlalu banyak tidur juga salah satu dampak dari
terlalu banyak makan. Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tidur dapat membuat hati
menjadi mati, menaikkan berat badan, menyia-nyiakan waktu, dan menumbuhkan
sifat lalai serta malas. Dalan agama Islam sendiri, tidur memiliki aturan, ada
waktu yang dianjurkan untuk tidur ada pula waktu yang dilarang untuk tidur. Seperti
anjuran untuk tidur sebenyar di siang hari (qailullah) dan larangan untuk tidur
di antara waktu sholat subuh dan terbitnya matahari.
Selain dari lima
perkara yang telah disebutkan di atas, dalam kitabnya yang lain yang berjudul Kitab Al-Fawaid, Ibnul Qayyim
menambahkan dua perkara yang menjadi sebab kerasnya hati. yaitu: terlalu banyak
memandang dan terlalu banyak bicara. Pertama,
terlalu banyak memandang dapat menyebabkan fitnah, sebab dari pandanganlah
fitnah bermula. Dari pandangan dapat pula muncul rasa penyesalan bahkan dalam
beberapa ungkapan penyair disebut sebagai sumber dari semua musibah. Demikian
pula dengan yang kedua, yaitu terlalu banyak bicara, yang mana hal ini dapat membuka pintu
keburukan bagi seorang hamba dan tempat masuknya setan. Bahkan Ulama salaf
senantiasa mengingatkan bahwa, “tidak ada
sesuatu yang lebih perlu ntuk ditahan kecuali lidah.”
“Kebanyakan
maksiat itu timbul dari ucapan dan pandangan berlebih,” tutur
Ibnul Qayyim dalam pargaraf terakhir di bab keduanya tersebut. “keduanya merupakan jalan terlebar bagi
masuknya setan. Dua tidankan itu tiada membosankan dan tidak membuat jenuh.”
Kudus, 1 Juli
2021
Penulis: Dwi Wahyuningsih, Pengurus HMPs IQT IAIN Kudus.
0 Komentar