Source: Pixabay.com

Mengawali bulan Juli ini, di masa yang penuh dengan problematika akibat Covid-19, tentunya pembahasan penting selain kesehatan fisik, juga adalah tentang kesehatan hati. Bukan sekedar imunitas fisik, pun juga imunitas hati yang dikabarkan senang berbolak-balik ini juga perlu turut dijaga. Betapa pentingnya perkara hati ini, sampai-sampai Rasulullah pun berdoa sebagaimana dalam salah satu hadist yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, “Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu.” yang oleh Ummu Salamah disebut sebagai doa Nabi yang paling banyak terpanjatkan.

Dalam dunia pengobatan atau kesehatan ada satu ungkapan yang telah jamak kita kenal bahwa “mencegah lebih baik daripada mengobati” maka demikian halnya dalam masalah imunitas hati ini. Salah satu rujukan terbaik dalam rangka mengatasi problematika hati, dapat kita jumpai dalam karya seorang Ulama Islam bernama Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. Seorang yang lahir pada tahun 691 Hijriah di desa Izra’ tersebut menulis salah satu kitab yang berjudul Thibbul Qulub yang mengulas tentang hati. Dalam tulisan ini, kita akan mengambil rujukan dari kitab Thibbul Qulub karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Fib Bawaan Arif Topan dari penerbit Pustaka Al-Kautsar, dengan judul Thibbul Qulub: Klinik Penyakit Hati (2018).

Di antara ratusan halaman bukunya tersebut, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mencantumkan salah satu pembahasan penting tentang hal-hal yang dapat merusak hati dalam bab kedua yang berjudul Hal-Hal yang Merusak Hati dan Sebab-Sebab Sakitnya Hati. Dalam bab tersebut disebutkan lima perkara yang digolongkan sebagai factor paling besar yang dapat merusak hati bahkan dapat menjadi penyebab munculnya penyakit hati. 

Lima hal ini,” kata Ibnul Qayyim, “dapat mematikan cahaya hati, membutakan mata penglihatan, dan mempersulit pendengarannya. Walaupun tidak sampai membuatnya tuli dan bisu, akan tetapi cukup melemahkan kekuatannya dan kesehatannya, mengendurkan tujuannya, menghentikan semangatnya, dan memalingkannya ke arah belakang.”

1. Terlalu Sering Bergaul

Disebutkan oleh Ibnul Qayyim, bahwa dalam pergaulan terdapat 4 bagian yang tidak boleh dicampur adukkan satu sama lain antar bagiannya karena dapat menimbulkan masukknya keburukan. Yaitu:

  • Bergaul bagaikan makanan. Pergaulan jenis ini adalah pergaulan yang tidak dapat dihindari dalam sehari semalam. Sehingga, layaknya makanan pula, maka bergaullah sesuai kebutuhan.
  • Bergaul bagaikan obat yang dibutuhkan ketika sakit. Sebagaiman seorang yang meminum obat hanya di kala sakit, maka pergaulan ini pun hanya terjadi ketika terdapat kemaslahatan hidup dan memenuhi hal yang dibutuhkan seperti bisnis, musyawarah, sosial, dll.
  • Bergaul layaknya penyakit berdasar kadar, jenis, serta kuat dan lemahnya. Hal ini diibaratkan Ibnul Qayyim layaknya bergaul dengan penyakit parah nan akut dan jika dilakukan terus menerus, maka dikhawatirkan akan berakibat kematian. Artinya, bergaul dengan orang yang tidak memberikan keuntungan dunia dan akhirat sehingga dapat berujung kerugian dunia dan akhirat atau salah satu di antaranya.
  • Bergaul layaknya memakan racun. Karena dalam pergaulan tersebut justru malah menimbulkan kerusakan pada semua layaknya racun yang membawa kerusakan bagi tubuh. Terkadang dapat kita jumpai penawarnya, namun ada juga yang tidak. Salah satunya adalah orang yang mengajak pada kesesatan dan berpalingnya diri dari tuntunan Rasulullah serta menghalangi orang lain dari jalan Allah.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menempatkan pergaulan dalama urutan pertama yang dapat merusak hati. Mengingat dalam Islam pergaulan seseorang adalah factor penentu bagi baiknya agama seseorang ketika baik pula pergaulannya. Hal ini diibaratkan oleh Rasulullah seperti berkawan dengan seorang penjual minyak wangi yang menebarkan bau harum pada sekitarnya. Sedangkan pergaulan yang buruk layaknya berkawan dengan seorang pandai besi yang hanya menebar percikan api dan kepul asap hitam.

Dalam buku Thibbul Qulub tersebut, Ibnul Qayyim hendak memaparkan bahwa terlalu banyak bergaul dapat menjadikan seseorang mudah merasakan gelisah, gundah gulana, lemah, terlebih ketika teman pergaulannya adalah teman-teman yang buruk. Dalam hal ini generasi milenial marak menyebutnya sebagai toxic relationship. Lebih lanjut Ibnul Qayyim mengutip firman Allah dalam Qs. Al-Furqan: 27-29 tentang penyesalan seseorang kala ia salah dalam memilih pergaulan.

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang yang zalim menggigit kedua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Keselakaan besarlah bagiku, kiranya (aku) dulu tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya ia telah menyesatkanku dari Alquran ketika Alquran itu telah datang kepadaku”

2. Tenggelam dalam Angan-Angan

Angan-angan yang dimaksud di sini adalah harapan-harapan atau bahkan khayalan semu yang sama sekali tidak dilandasi upaya untuk mencapainya. Hanya sebatas banyang-banyang dalam hati seolah telah mencapai dan menikmati keberhasilan terhadap apa yang diinginkan. Ibnul Qayyim mengibaratkan orang yang tenggelam dengan angan-angan ini layaknya perahu yang dipermainkan ombak ke sana kemari tanpa tujuan.

3. Bergantung Pada Selain Allah

“Tidak ada yang lebih berbahaya dan tidak ada yang lebih bisa memutus kebahagiaan lebih daripada hal ini (bergantung pada selain Allah)” jelas Ibnul Qayyim Al-Jauzi. Penjelasan kemudian dilanjut dengan mengutip Qs. Maryam: 81-82, yang artinya:

“Dan mereka telah mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah, agar sesembahan-sesembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sama sekali tidak! Kelak mereka (sesembahan-sesembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sesembahan-sesembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka”

Bersebab dari menggangtungkan diri kepada selain Allah maka, Allah akan menyerahkannya pada tempat bergantungnya serta menghinakan kedudukannya di hari kiamat kelak. Pun tujuan yang hendak di raih akan turut hilang pula. Sebab orang yang bergantung pada selain Allah telah menjerumuskan diri untuk hilang dan kehilangan. Ibnul Qayyim menyebutkan  seperti orang yang sedang berteduh dari panas dan dingin dengan sarang laba-laba.

4. Terlalu Banyak Makan

Disebutkan dalam poin ini terdapat dua macam perusak, yaitu: pertama, yang merusak secara wujud dan zat makanan itu sendiri seperti makanan haram atau perkara-perkara haram (sesuatu yang didapatkan secara haram). Sedangkan yang kedua, adalah sesuatu yang berlebihan. Meskipun makanan tersebut halal namun apabila dikonsumsi secara berlebihan maka hal tersebut dapat menjadi sebab rusaknya hati. Maka dari itu Rasulullah menganjurkan kepada umatnya untuk makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang. Selain berpengaruh bagi hati sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim, makan secara berlebihan juga memiliki pengaruh buruk bagi kesehatan fisik.

5. Terlalu Banyak Tidur

Masih berkait erat dengan poin sebelumnya, terlalu banyak tidur juga salah satu dampak dari terlalu banyak makan. Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tidur dapat membuat hati menjadi mati, menaikkan berat badan, menyia-nyiakan waktu, dan menumbuhkan sifat lalai serta malas. Dalan agama Islam sendiri, tidur memiliki aturan, ada waktu yang dianjurkan untuk tidur ada pula waktu yang dilarang untuk tidur. Seperti anjuran untuk tidur sebenyar di siang hari (qailullah) dan larangan untuk tidur di antara waktu sholat subuh dan terbitnya matahari.

Selain dari lima perkara yang telah disebutkan di atas, dalam kitabnya yang lain yang berjudul Kitab Al-Fawaid, Ibnul Qayyim menambahkan dua perkara yang menjadi sebab kerasnya hati. yaitu: terlalu banyak memandang dan terlalu banyak bicara. Pertama, terlalu banyak memandang dapat menyebabkan fitnah, sebab dari pandanganlah fitnah bermula. Dari pandangan dapat pula muncul rasa penyesalan bahkan dalam beberapa ungkapan penyair disebut sebagai sumber dari semua musibah. Demikian pula dengan yang kedua, yaitu terlalu banyak bicara, yang mana hal ini dapat membuka pintu keburukan bagi seorang hamba dan tempat masuknya setan. Bahkan Ulama salaf senantiasa mengingatkan bahwa, “tidak ada sesuatu yang lebih perlu ntuk ditahan kecuali lidah.”

“Kebanyakan maksiat itu timbul dari ucapan dan pandangan berlebih,” tutur Ibnul Qayyim dalam pargaraf terakhir di bab keduanya tersebut. “keduanya merupakan jalan terlebar bagi masuknya setan. Dua tidankan itu tiada membosankan dan tidak membuat jenuh.”

Kudus, 1 Juli 2021

Penulis: Dwi Wahyuningsih, Pengurus HMPs IQT IAIN Kudus.